欢迎来到quickq 官方网站

quickq 官方网站

Misbakhun: Kebijakan Cukai Tinggi Berpotensi Tekan Daya Beli dan Turunkan Penerimaan Negara

时间:2025-06-09 23:06:03 出处:焦点阅读(143)

Warta Ekonomi,quickq苹果版下载不了 Jakarta -

Rencana perubahan kebijakan yang mendorong kenaikan tarif cukai terhadap produk rokok berpotensi memengaruhi daya beli konsumen, khususnya di segmen ekonomi menengah ke bawah, serta berdampak pada stabilitas penerimaan negara.

Data di lapangan menunjukkan bahwa mayoritas konsumen rokok dengan harga terjangkau berada pada kelompok pendapatan sekitar UMR atau bahkan di bawahnya.

Misbakhun: Kebijakan Cukai Tinggi Berpotensi Tekan Daya Beli dan Turunkan Penerimaan Negara

Misbakhun: Kebijakan Cukai Tinggi Berpotensi Tekan Daya Beli dan Turunkan Penerimaan Negara

Produk rokok dengan harga Rp13.000–Rp15.000 per bungkus masih menjadi pilihan utama, sementara kenaikan tarif cukai dapat mendorong harga jual menjadi di kisaran Rp20.000 per bungkus atau lebih.

Misbakhun: Kebijakan Cukai Tinggi Berpotensi Tekan Daya Beli dan Turunkan Penerimaan Negara

"Penting untuk merumuskan kebijakan cukai yang berimbang agar tidak mendorong pergeseran konsumsi ke produk-produk yang tidak tercatat atau tidak  berkontribusi terhadap penerimaan negara,” kata Ketua Komisi XI DPR RI, M. Misbakhun di Jakarta, Senin (09/06/2025).

Misbakhun: Kebijakan Cukai Tinggi Berpotensi Tekan Daya Beli dan Turunkan Penerimaan Negara

Politisi Partai Golkar ini menekankan bahwa pabrik rokok skala menengah memiliki peran vital dalam menopang ekonomi lokal.

Selain menyerap banyak tenaga kerja, mereka juga menggerakkan sektor pendukung seperti petani, pedagang kecil, distributor, dan pekerja informal lainnya dalam ekosistem industri hasil tembakau.

"Kita tidak bisa mengabaikan dampak strukturalnya. Jika kebijakan yang diterapkan terlalu menekan pabrikan menengah, bisa muncul efek domino seperti penurunan serapan tenaga kerja dan terganggunya perputaran ekonomi lokal. Ini tentu tidak sejalan dengan Visi Asta Cita Presiden Prabowo,” tegas Misbakhun.

Ia juga menyoroti potensi dominasi perusahaan besar dalam industri rokok jika kebijakan hanya menguntungkan pelaku usaha bermodal besar dan berbasis otomatisasi.

Sementara pabrik kecil dan menengah yang cenderung padat karya akan menghadapi tantangan besar dalam bertahan.

Data dari Asosiasi Industri Rokok menunjukkan bahwa sekitar 70% produksi nasional dikendalikan oleh perusahaan besar, sementara pelaku skala kecil-menengah hanya menguasai porsi pasar yang terbatas.

"Jika konsentrasi pasar terus meningkat, iklim persaingan yang sehat akan tergerus dan keberlangsungan usaha kelas menengah menjadi terancam,” ujarnya.

Misbakhun yang juga menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional SOKSI periode 2025–2030 menyatakan bahwa kebijakan fiskal yang memperhatikan daya beli masyarakat justru akan lebih efektif dalam jangka panjang, termasuk dalam menjaga kontribusi terhadap penerimaan negara.

"Jika pendekatannya hanya berbasis target tahunan tanpa mempertimbangkan realitas sosial ekonomi, kebijakan ini justru bisa melemahkan basis penerimaan cukai itu sendiri,” kata Misbakhun.

Komisi XI DPR RI akan segera mengundang Menteri Keuangan, Dirjen Bea Cukai, dan jajaran Kemenkeu untuk melakukan pembahasan mendalam terkait arah kebijakan penerimaan dari sektor hasil tembakau dalam kerangka RAPBN 2026.

"Dengan pendekatan yang komprehensif dan berbasis data, kita harapkan ada kebijakan yang mampu menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal negara dan keberlanjutan pelaku industri skala menengah serta stabilitas ekonomi lokal,” pungkas Misbakhun.

分享到:

温馨提示:以上内容和图片整理于网络,仅供参考,希望对您有帮助!如有侵权行为请联系删除!

友情链接: