当前位置: 当前位置:首页 > 知识 > Menyusuri Jalan al正文

Menyusuri Jalan al

作者:时尚 来源:探索 浏览: 【 】 发布时间:2025-06-09 01:38:56 评论数:
Jakarta,电脑怎么下载quickq CNN Indonesia--

Membahas Mesirhampir selalu membuat kita membayangkan The Greatest Pyramid yang tercatat menjadi salah satu keajaiban dunia paling tua dan paling bertahan keutuhannya hingga kini.

Tak ketinggalan Sungai Nil, sungai terpanjang di dunia yang melewati 11 negara di benua Afrika. Sungai Nil bagi masyarakat Mesir adalah karunia Tuhan, sumber kehidupan, nafas peradaban. Maka tidak berlebihan jika ada pepatah mengatakan, andaikan ada air zam-zam kedua, pastilah itu air Nil.

Menyusuri Jalan al

Menyusuri Jalan al

Kemudian yang tak kalah tenar lagi adalah Universitas Al-Azhar, salah satu universitas Islam tertua di dunia. Saat ini, Universitas Al-Azhar telah menjadi kiblat keilmuan Islam Sunni yang mencetak para ulama yang tersebar di seluruh dunia.

Menyusuri Jalan al

ADVERTISEMENT

Menyusuri Jalan al

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nama Al-Mu'izz diambil dari nama pendirinya yaitu Khalifah al-Mu'izz li-Din Allah khalifah ke-empat Dinasti Al-Fathimiyah. Konon Syari' al-Muizz merupakan jantung kota Kairo. Berada dalam sebuah kota yang dikelilingi benteng bernama Al-Mu'izziyah Al-Qaherah yang merupakan cikal bakal nama kota Kairo, kala itu jalan ini menjadi pusat aktivitas ekonomi dan religius pada zaman Dinasti Fatimiyah.

Di dalamnya terdapat sekitar 29 bangunan bersejarah yang indah dan menawan, warisan peradaban Islam sejak abad ke-10 M hingga abad ke-19 M, meliputi masjid, madrasah, rumah sakit, makam, dan sabil atau tempat minum umum.

Ini kali pertama kami mengunjungi Syari' al-Mu'izz membawa anak-anak. Kami berangkat menjelang sore. Cuaca Kairo di awal bulan Oktober cukup bersahabat. Matahari tidak seterik bulan Juli dan Agustus. Sepanjang hari angin mulai bertiup sepoi-sepoi, malam hari pun mulai terasa sejuk. Tidak butuh waktu lama dari Nasr City tempat kami tinggal hingga sampai ke Bab al-Futuh, gerbang pembuka Syari' Muizz di sebelah utara. Jalan cukup ramai tapi tidak macet.

Sejak pembangunan jalan layang besar-besaran tiga tahun terakhir, transportasi di Cairo lumayan lancar dan cepat. Mobil melewati kubri Jihan Sadat, dan setengah jam kemudian kami sudah sampai di lokasi.

Tepat setelah gerbang Al-Futuh, kami disambut megahnya Masjid Al-Hakim. Namun, kami berencana mengunjungi tempat lain terlebih dahulu. Kami kemudian membeli tiket di komplek Sultan Al-Mansour Qalawun yang letaknya 750 meter dari gerbang.

Untuk warga negara Mesir dan pelajar, cukup dengan membayar 10 Le sudah bisa memasuki 7 situs bersejarah di Syari' Mu'izz. Sedangkan turis harus membayar lebih mahal yaitu 120 Le. Sementara kami yang sudah di jenjang pasca sarjana dikenakan harga 60 Le. Sekadar catatan, jika dirupiahkan, 1 Le setara dengan Rp504.

Destinasi pertama adalah kompleks Sultan Al-Mansour Qalawun. Bangunan besar ini terdiri dari masjid, madrasah, monumen makam yang megah, rumah sakit dan kubah yang indah. Bangunan ini dianggap sebagai awal munculnya gaya arsitektur baru, di mana sebuah bangunan mencakup beberapa unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda.

Ternyata memang semegah itu mausoleumnya. Di dalamnya jasad Sultan Al-Mansour, anak dan cucunya dimakamkan. Di atasnya menjulang kubah dengan corak serta ornamen yang mempesona, menyerupai The Rock Dome di Masjid Al-Aqsha Palestina. Ada pula mihrabnya terbuat dari marmer dan mozaik yang cantik dan tergolong paling mahal di Kairo. Cukup lama kami berfoto sambil mengagumi indahnya ruangan mausoleum ini sebelum beranjak ke area madrasah.

Madrasah atau sekolah yang dimaksud adalah unit bangunan dengan halaman terbuka, dikelilingi empat pelataran untuk pelajaran ilmu fikih berdasarkan empat aliran, Hanafiy, Syafi'iy, Malikiy dan Hanbaliy. Ilmu Kedokteran pun diajarkan di sekolah ini, tepatnya di bangunan yang berfungsi sebagai rumah sakit.

Awalnya anak-anak heran melihat model sekolah yang sederhana seperti itu. Mungkin mereka membayangkan sekolah dengan ruangan tertutup berisi deretan meja kursi dan papan tulis. Heran berganti kagum setelah kami menjelaskan bahwa dari madrasah-madrasah sederhana inilah para ulama Islam lahir, dari madrasah yang sederhana seperti ini peradaban Islam dulu pernah mencapai puncak kejayaannya.

Sebenarnya para pengunjung diizinkan untuk naik ke atas kubah dengan bayaran tambahan, tapi kami memutuskan untuk melanjutkan perjalanan. Kami memasuki kubah dan makam Al-Malik Ash-sholih Najmuddin Ayyub, sultan ke-7 dari Dinasti Ayyubiyah, dan ksatria Islam terbaik di Mesir setelah kakeknya, Sholahuddin Al-Ayyuby. Di sekelilingnya terdapat beberapa madrasah, seperti Madrasah Kamiliyah, Madrasah Sultan Al-Dzahir Barquq, dan Madrasah Sultan Asyraf Barsibay.

Di kanan kiri jalan Mu'izz berjejer kafe dan khan (toko) yang menjual beragam suvenir khas Mesir. Sebelum ke situs selanjutnya, kami singgah sebentar di toko penjual jus. Jus buah di Kairo memang juara citarasanya. Buahnya premium, campuran air dan tambahan gulanya pas, tidak kebanyakan, tidak pula terlalu sedikit. Mangga, semangka, dan delima menjadi pilihan favorit sepanjang musim panas, jeruk dan stroberi baru muncul di musim dingin, sementara 'ashob (tebu) tersedia sepanjang tahun. Siapapun yang pernah datang ke Cairo pasti merindukan jus buahnya.

Setelah itu kami menuju masjid dan sabil Sulaiman Agha Silahdar. Sabil adalah bangunan yang diwakafkan untuk menyediakan air minum gratis bagi masyarakat khususnya para pengembara. Sabil adalah salah satu tradisi penting dalam sejarah umat Islam. Dimulai sejak Abad Pertengahan, para sultan dan orang-orang kaya berlomba-lomba untuk membangun sabil di jalan-jalan, dan tempat umum lainnya.

Bangunan Sabil Sulaiman Agha dibangun dengan gaya arsitektur Islam masa Dinasti Utsmaniyah, terdiri dari masjid dan kuttab (sekolah mengaji) untuk anak-anak yatim di kala itu. Dan yang menarik, kami sempat turun ke gudang air yang bertempat di lantai bawah. Tangga menuju khazan (gudang) cukup tinggi dan curam. Ruangan ini sangat luas hingga konon katanya bisa memuat air sebanyak 300 juta meter kubik, yang bisa mencukupi kebutuhan air masyarakat sekitar selama enam bulan saat musim kemarau melanda.

Menjelang waktu maghrib, kami menuju Masjid Al-Hakim di penghujung jalan Mu'iz. Masjid peninggalan Dinasti Fathimiyah ini adalah yang terbesar sepanjang jalan Mu'iz. Seperti masjid-masjid besar lain pada umumnya di Kairo, di tengah masjid didesain terbuka beratapkan langit. Lalu ada bangunan kecil di tengahnya yang dulu berfungsi sebagai tempat wudhu. Ada dua mihrab terbuat dari kayu terletak di sisi utara masjid. Nuansa hijau dari karpet dan tirainya menambah nilai estetika pada masjid.

Semakin sore semakin ramai orang yang berkunjung. Terlihat beberapa turis dari Eropa memasuki masjid. Begitu pula pengunjung asal Iran dan India. Masjid ini merupakan tempat suci dan bersejarah bagi kaum Syi'ah sehingga menjadi destinasi wisata rohani para penganut Syi'ah dari penjuru dunia.

Sebentar lagi azan Maghrib akan berkumandang. Sambil menunggu azan, orang-orang duduk-duduk bercengkrama di pelataran tengah masjid, anak-anak berlarian mengejar sekumpulan burung-burung yang singgah di teras masjid. Sejurus kemudian, lampu-lampu masjid mulai dihidupkan, azan pun dikumandangkan. Temaram kuning cahaya lampu seketika berpadu dengan hijaunya tirai dan sajadah. Indah sekali.

Perjalanan kami hari ini menyusuri jalan Muiz diakhiri dengan syahdunya solat Maghrib berjama'ah di masjid Al-Hakim. Anak-anak mulai mengeluh lapar. Sudah saatnya kami pulang. Aroma ayam krispi dari restoran Baba Abduh di seberang Bab Al-Futuh begitu menggoda selera, tapi sepertinya semangkuk syurbah lisan 'asfour hangat lebih cocok untuk malam yang mulai terasa dingin ini.